Hari ini merupakan hari yang sangat melelahkan bagi Nadia sebagai seorang siswi semester akhir disebuah Sekolah Menengah Atas. Tentu saja, begitu banyak persiapan dalam meningkatkan pola belajar demi mencapai ilmu dan nilai yang memuaskan agar nantinya ia bisa masuk ke Perguruan Tinggi favorit yang selama ini menjadi impian terindahnya dalam dunia pendidikan. Tambahan mata pelajaran setiap hari membuatnya terlalu sibuk. Setiap harinya Nadia menghabiskan waktu kurang lebih 10 jam per hari di sekolah. Setelah itu, pulang ke rumah dan kembali belajar lagi setalah beristirahat sejenak . Aktivitas itu rutin ia lakukan selama sebulan menjelang ujian akhir sekolah. Rutinitas itulah yang membuatnya lupa makan dan kadang lupa bergaul dengan orang disekitarnya. Bahkan akibat keasyikan dengan rutinitasnya, ia lupa akan sosok terkasih yang selalu mengisi hari – harinya disekolah yaitu Rian. Yaa.. dia adalah teman dekat sekaligus kekasih hati dalam mengisi kekosongan kalbu . mereka telah menjalin hubungan selama 2 tahun.
Menjelang Ujian, kini hubungan mereka kian renggang. Hal ini tentu menjadi masalah terbesar. Namun, Nadia seolah tak peduli dan terlalu asyik dengan belajarnya, semuanya berlalu begitu saja dan Nadia seolah berprinsip bahwa belajar adalah prioritas utama demi mencapai cita-cita dan angan di masa yang akan datang dengan mengabaikan segala bentuk interaksinya dengan teman hingga terhadap kekasih hatinya sendiri. Ia lebih mengedepankan belajar dari pada mengurusi kisah asmara yang berada di ujung tanduk. Memang egois dan sedikit keras dalam bertindak sudah mendajadi ciri khasnya sebagai anak pertama. Tak sedikitpun rasa peduli ia tunjukkan pada Rian. Seolah – olah dia hanyalah teman biasa yang tidak pernah berkorban apaupun terhadapnya. Tentu saja Rian sedikit aneh dan kesal dengan segala perbuatan yang ditunjukkan Nadia kepadanya. Berulang kali Rian meminta sedikit waktu untuk bicara empat mata , namun tetap saja Nadia selalu menolak dengan alasan untuk belajar. Bahkan saat itu pula ia bertekad untuk melarang Rian menemuinya bahkan ia tega meminta Rian untuk mengakhiri semunya. Segampang itu Nadia bertindak semaunya, namanya juga masih beranjak dewasa, jadi pikiran dalam asmara belum matang.
Hingga akhirnya waktu ujian sekolah sudah di depan mata,karena besok dan 2 hari selanjutnya adalah hari penentu hasil belajarnya selama ini. Di keheningan malam, Nadia duduk seorang diri termenung di teras rumah dan merenungi kejadian – kejadian penting yang pernah terjadi akibat pola belajar yang selama ini ia terapkan di baluti dengan hiasan rembulan sang penebar keindahan malam. Hingga akhirnya telepon genggam yang tak jauh dari arahnya itu berdering keras. Sedikit mengganggu keheningan dan ketenangan malam, namun ia sedikit terganggu dengan nada telepon yang sangat nyaring sehingga ia harus menerima telepon dengan nomor dan nama kontak yang tidak asing lagi baginya. “halo?” ujar Nadia dengan sapaan lembut. “Nad, maaf aku pasti mengganggu belajarmu, tapi sebagai pacarmu aku hanya ingin sebuah kejelasan. Segampang itu kau ingin mengakhirinya ? Apakah hubungan ini benar-benar harus berakhir setelah sekian lama kita susah payah membangunnya? Wajar kalau kamu mati-matian belajar demi mimpimu. Tapi, apa salahnya sembari mengejar mimpimu itu kamu juga harus ingat janji yang pernah kita ungkapkan dulu, saat ini aku paham dengan tingkah lakumu yang sangat konyol, aku tak masalah kau abaikan seperti ini, tapi tolong.. beri aku kesempatan dan satu pintaku, jangan abaikan teman-teman yang lain dengan alasan konyolmu, ingat !! sesibuk apapun, kita butuh interaksi dengan sesama”. Jawab Rian dengan nada serius. Dengan singkatnya, Nadia hanya berkata “ ian, kalau memang kita ditakdirkan bersama, apaupun yang terjadi pasti kita akan sama kok”. Dan setelah itu percakapan melalui via telepon itu diakhiri oleh Rian. Nadia seolah paham akan maksud Rian,Rasa kecewa dan sedih itu pasti telah terbayang dalam raut wajah Rian saat itu. Namun apalah daya, pikiran tak boleh ia cabangkan dulu, karena seharusnya malam ini adalah malam ketenangan karena esok hari pertama Ujian Akhir Sekolah. Tanpa pikir panjang lebar, Nadia pun akhirnya beranjak ke kamar dan tidur lebih awal.
Tiba saatnya Ujian di hari pertama yang diawali dengan mata pelajaran Bahasa Indonesia. Hal yang paling pertama ia lakukan ketika tiba di sekolah di temani kedua temannya yaitu Reski dan Sinta adalah megecek ruang ujian sekaligus memastikan apakah Nadia seruangan dengan Rian. Ketika ejaan nama RIAN berada tak jauh dari nama NADIA itu artinya mereka seruangan, ada rasa bahagia campur sedih yang terpancar dari wajah Nadia. Betapa tidak, akhir-akhir ini keegoisan dari seorang Nadia dengan menghindar dari Rian begitu konyol dengan alasan yang tidak jelas. Sungguh, Nadia bukannya kaget dengan ujian, justru hatinya berbanding terbalik seolah takut berpapasan dan bertemu dengannya secara langsung. Bel tanda masuk pun sudah berbunyi tiga kali, tampak semua siswa sudah memasuki ruang ujian dengan tenang . Pengawas dengan muka sangar dan tegas sudah berbondong-bondong memasuki ruang kelas.
Musim libur pun telah tiba. Tentu saja, Nadia sedikit malas dengan yang namanya libur, karena baginya libur adalah saat-saat yang paling mudah menimbulkan kemalasan, yaa.. Malas melakukan aktivitas dan malas segala-galanya apalagi saat ini ia memiliki masalah asmara yang belum terselesaikan dengan Rian. Jujur, akhir – akhir ini ia baru sadar bahwa tak sepantasnya sifat egois tercipta untuk sosok Rian. Memang tingkah dan perilaku yang di lakukannya salah dalam memfokuskan sesuatu. Sudah seminggu libur ia jalani, tapi ia hanya dirumah menghabiskan waktu dengan penyesalan di hantui rasa bersalah yang teramat besar. Melalui chat Via BBM, Reski memberinya kabar yang selama ini dinanti. Karena melalui chat tersebut, informasi indah telah diperolehnya, Rian akan datang ke rumahnya . Mendengar kabar itu, tentu saja rasa senang dan bahagia timbul kemudian nadia mempersiapkan segalanya untuk kedatangan sosok yang masih terkasih dalam hati ini.
Dengan mengendarai sepeda motor, Rian datang dengan wajah yang sedikit kusam. Yah, Nadia seolah paham mungkin dengan kedatangannya semuanya akan kembali seperti biasa. Dengan nada lantang nadia berteriak memanggilnya “ian, silahkan masuk !!”. namun, Rian hanya membalasnya dengan senyumannya yang sok manis. “maafkan egohku, maafkan salahku, maafkan selama ini sifat kekanak-kanakanku”.ujar Nadia dengan penuh penyesalan di baluti deraian air mata yang tak mampu terbendung. Dengan mata yang memerah tapi tak menetaskan air mata dan nada suara yang sedikit tegas diolesi kelembutan “Nad.. tak ada yang perlu disesalkan, toh semuanya juga telah terjadi, tolong jangan selalu mengucapkan kata maaf lagi. Karena bagiku, kamu tidak bersalah. Ini hanyalah sebuah masalah yang membutuhkan pemikiran yang lebih dewasa lagi. Aku yakin dengan kata-kata yang pernah kau ucapkan kala itu, bahwa kemanapun kita melangkah pasti akan bertemu jika memang sudah ditakdirkan untuk bersama”. Mendengar ucapan dari Seorang Rian yang biasanya berlagak kekanak – kanakan dan mengatakan hal tersebut membuat air mata Nadia makin berderai sambil berkata “aku sayang kamu Ian…”. Setelah mendengar uacapaku itu, Rian bergegas pergi tanpa pamit. Ia kemudian pergi dengan mengendarai motor yang diparkirnya tepat depan rumah Nadia dengan laju yang berbeda dari biasanya. Tentu saja, rasa cemas menyelimuti kepergiannya karena baru kali ini ia melihat Rian berkandara dengan laju diatas rata-rata.
Hampir sebulan penuh Nadia tidak menikmati liburan tahun ini, karena setelah kedatangan Rian waktu itu. Komunikasi pun telah lenyap. Bahkan ia mencoba untuk menghubungi nomor selulernya, tapi tetap saja tidak pernah aktif. Tak hanya itu, ia bahkan mencoba menghubunginya melalui social media yang biasa digunakan seperti BBM, WhatsApp, Line, Imo dan Facebook, tapi hasilnya nihil. Mungkin saja dia telah meng-uniinstall semua aplikasi sosmednya dan mengganti kartunya. Dalam hati ia hanya berkata “ian, setega itu kah kau?? Kemana kau Pergi??”. Itulah dua pertanyaan terbesar Nadia selama ini. Namun, yang hanya bisa terjawab adalah pertanyaan keduanya, melalui tetangga sekaligus teman dekat Rian, Tono mengabarinya dengan menggunakan obrolan via BBM “Nadia, mungkin inilah saat yang tepat aku mengatakan semuanya. Rian telah pergi dari daerah ini. Tiga minggu yang lalu, ia pergi ke kota tempat kedua orang tuanya bekerja. Ia bertekad untuk melanjutkan pendidikan disana dengan alasan ingin tinggal dan merasakan kembali kasih sayang dari oranng tuanya”. Dengan membaca obrolan itu, akhirnya pertanyaan Nadia selama ini bisa terjawab dan ia bisa menerima keputusan Rian yang telah memilih untuk melanjutkan pendidikan di tempat kedua orangtuanya bekerja. Maklum saja, selama tiga tahun ini, Rian hanya tinggal bersama Neneknya, ibu kandung dari ibunya. Mungkin, saat ini dia rindu sosok kedua orang tunya dan butuh kasih sayangnya. Dan Nadia sangat yakin pasti cara belajarnya jauh lebih baik lagi dibanding waktu ia hanya di awasi oleh sang nenek yang usianya terbilang tua.
Hari ini merupakan hari ulang tahun Rian yang ke-19 Tahun, namun Nadia hanya memanjatkan do’a agar kelak mereka dapat dipertemukan kembali. Tampaknya, akhir-akhir ini pula Nadia sungguh merasakan kerinduan yang kian tak bertepi. Berusaha menghapuskan puing-puing kenangan yang pernah mereka torehkan dimasa putih abu-abu. Ada selalu yang pernah berlalu. Sebuah hari yang biasanya paling berkesan dalam tahun tersebut kini telah berubah menjadi kegalauan. Tetesan air mata kembali menghiasi sebuah penyesalan dari seorang Nadia yang menjadi kesalahan fatal dimasa lalu. Bahkan, 3 tahun telah berlalu perpisahan antara keduanya. Namun, tetap saja Nadia masih sendiri dan tak pernah memberi kesempatan terhadap mereka yang ingin menggantikan posisi Rian di hatinya. Namun, Nadia seolah tak ingin terlalu larut dalam keadaan yang menyiksanya. Memaksa diri untuk selalu tenang dan tertawa meski luka tak mampu tertutupi oleh ragam tawa. Nadia ingin bangkit, berjuang melawan takdir asmara yang masih saja berpihak padanya.
Hanya ada dua pilihan, berhenti berharap atau masih bersikeras berjuang mencari jejaknya. Jika saja rasa itu masih tersusun rapi, maka penantian itu masih selalu ada dan takkan pernah pudar meski waktu menjadi penghalang. Nadia hanya berharap jika kelak mereka akan bersanding dalam ikatan suci sebuah cinta.
BIODATA PENULIS
Marwah Gama adalah seorang mahasiswi semester 4 jurusan akuntansi di Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar. Lahir di Pinrang, 28 April 1997 dan beragama Islam. Beliau adalah anak pertama dari 3 bersaudaura yang tinggal di Palia Kabupaten Pinrang Sul-Sel. Berbagai event lomba menulis telah ia ikuti, karena hobbi beliau adalah menulis.
Komentar
I will always support
I will always support